Pengertian Jual Beli Tanah Menurut Pasal 1457 KUUHPdt dan Contoh Kasusnya
Pengertian Jual Beli Tanah Menurut Pasal 1457 KUUHPdt.
Jual beli Tanah adalah suatu perjanjian dimana pihak yang mempunyai
tanah yang disebut “Penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk
menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain, yang
disebut “Pembeli”. Sedangkan pihak pembeli berjanji dan mengikatkan
untuk membayar harya yang telah disetujui yang dijual belikan menurut
ketentuan Hukum Barat ini adalah apa yang disebut “tanah-tanah hak
barat”.
Dengan dilakukannya jual beli tersebut belum terjadi perubahan apa pun npada hak atas tanah yang bersangkutan, biarpun misalnya pembeli sudah membayarn penuh harganya dan tanahnya pun secara fisik sudah diserahkan kepadanya.
Hak atas tanah yang dijual baru berpindah kepada pembeli, jika penjual sudah menyerahkannya secara yuridis kepadanya, dalam rangka memenuhi kewajiban hukumnya (Pasal 1459). Untuk itu, wajib dilakukan perbuatan hukum lain, yang disebut “penyerahan yuridis” (dalam bahasa Belanda : “juridische levering”), yang diatur dalam Pasal 616 dan 620.
Dengan dilakukannya jual beli tersebut belum terjadi perubahan apa pun npada hak atas tanah yang bersangkutan, biarpun misalnya pembeli sudah membayarn penuh harganya dan tanahnya pun secara fisik sudah diserahkan kepadanya.
Hak atas tanah yang dijual baru berpindah kepada pembeli, jika penjual sudah menyerahkannya secara yuridis kepadanya, dalam rangka memenuhi kewajiban hukumnya (Pasal 1459). Untuk itu, wajib dilakukan perbuatan hukum lain, yang disebut “penyerahan yuridis” (dalam bahasa Belanda : “juridische levering”), yang diatur dalam Pasal 616 dan 620.
Menurut pasal-pasal tersebut, penyerahan yuridis itu dilakukan juga di hadapan notaries, yang membuat aktanya, yang disebut dalam bahasa Belanda “transport acte” (akta transport). Akta transport ini wajib didaftarkan pada Pejabat yang disebut “Penyimpan hypotheek”. Dengan selesainya dilakukan pendaftaran tersebut, tatacara penyerahan yuridis selesai dan dengan pendaftaran itu hak atas tanah yang bersangkutan berpindah kepada pembeli.
Pasal-pasal KUUHPdt yang mengatur tatacara penyerahan yuridis sebagai kelanjutan dari jual beli tanah tersebut, belum pernah berlaku sampai dicabut oleh UUPA. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 dari Bepalingen Omtrent de Invoering van en den Overgang tot de nieuwe Wetgeving (Publikasi 3 Maret 1848 S. 10), penyerahan yuridis hak atas tanah diatur dan tatacaranya ditetapkan dalam Overschrijvingsordonnatie (S. 1834-27). (Secara tidak tepat, umum disebut “Ordonansi Baliknama”).
Menurut Pasal 1 Ordonansi tersebut penyerahan yuridis wajib dilakukan di hadapan Ordonansi tersebut penyerahan yuridis wajib dilakukan di hadapan Overschrijvingsambtenaar (Pejabat Baliknama), yang bertugas membuat akta transportnya, sekaligus melakukan pendaftarannya.
Ketentuan-ketentuan KUUHPdt dan Overschrijvingsordonnatie yang mengatur penyerahan yuridis itulah yang termasuk Hukum Tanah karena dengan dilakukannya penyerahan yuridis terjadi pemindahan hak atas tanah yang bersangkutan (Dalam sistematika di atas termasuk 2c). (doc.Hukum Agraria)
Dalam Hukum Adat, “jual beli tanah” bukan perbuatan hukum yang merupakan apa yang disebut “perjanjian obligatoir”. Jual beli tanah dalam Hukum Adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak dengan pembayaran tunai. Artinya, harga yang disetujui bersama dibayar penuh pada saat dilakukan jual beli yang bersangkutan.
Dalam Hukum Adat tidak ada pengertian penyerahan yuridis sebagai pemenuhan kewajiban hukum penjual, karena justru apa yang disebut “jual beli tanah” itu adalah penyerahan hak atas tanah yang dijual kepada pembeli yang pada saat yang sama membayar penuh kepada penjual harga yang telah disetujui bersama. Maka jual beli tanah menurut pengertian Hukum Adat ini pengaturannya termasuk Hukum Tanah.
Dalam jual beli supaya tidak ada sengketa di kemudian hari ada hukum jual beli yang harus dipenuhi rukun-rukun jual beli antara lain.
- Adanya penjual dan pembeli
Syaratnya adalah :
- Berakal, agar tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
- Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa)
- Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir di tangan walinya.
- Baligh atas dalam hukum perdata cakap yang sudah berumur 15 tahun keatas / dewasa. - Adanya barang yang dimiliki sendiri
- Adanya alat untuk melakukan pembayaran (uang).
Dalam pasal 1473 dan 1476 bahwa penjual wajib menyatakan dengan jelas,
untuk apa ia mengikatkan dirinya. Janji yang tidak jelas dan dapat
diartikan dalam berbagai pengertian harus ditafsirkan untuk kerugiannya.
Adapun biaya penyerahan barang dipikul oleh penjual, sedangkan biaya
pengambilan dipikul oleh pembeli kecuali karena diperjanjikan
sebaliknya.
Adapun kewajiban utama pembeli adalah pembayaran harga pembelian pada waktu dan tempat yang ditetapkan di dalam perjanjian pasal 1513 KUHPdt.
Dalam pasal 1457 KUUH-Pdt jual beli adalah suatu perjanjian-perjanjian antara 2 belah pihak. Adapun kata perjanjian yang dirumuskan dalam pasal 1313 KUHPdt, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih ketentuan pasal 1313 KUHPdt ini kurang tepat, karena ada beberapa kelemahan antara lain :
Adapun kewajiban utama pembeli adalah pembayaran harga pembelian pada waktu dan tempat yang ditetapkan di dalam perjanjian pasal 1513 KUHPdt.
Dalam pasal 1457 KUUH-Pdt jual beli adalah suatu perjanjian-perjanjian antara 2 belah pihak. Adapun kata perjanjian yang dirumuskan dalam pasal 1313 KUHPdt, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih ketentuan pasal 1313 KUHPdt ini kurang tepat, karena ada beberapa kelemahan antara lain :
- Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak.
- Kata perbuatan menyangkup juga tanpa consensus. Dalam pengertian buatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan.
- Pengertian perjanjian dalam buku 11 KUHPdt sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersufat kepribadian.
Adapun unsur-unsur dalam perjanjian adalah :
- Ada pihak-pihak sedikitnya dua orang (subjek)
- Ada persetujuan pihak-pihak itu
- Adanya obyek yang berupa benda
- Adanya tujuan bersifat kebendaan
- Ada bentuk tertentu lisan maupun tulisan
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah dialasi dan diberi
akibat hukum. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPdt. Adapun syarat
syaratny antara lain:
- adanya persetujuan antara pihak pihak yang membuat perjanjian (konsesus)
- ada keakapan pihak pihak untuk mebuat perjanjian (capacity)
- adanya suatu hal tertentu (obyek)
- adanya suatu sebab yang halal (causa)
Tujuan Jual Beli Tanah
Pada prinsipnya tujuan dari jual beli tanah adalah untuk peralihan hak
milik atas tanah yang dijelaskan dalam pasal 23 ayat 1 UUPA,”hak milik
demikian pula setiap peralihannya, hapusnya dan pembebabannya dengan
hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan yang dimaksudkan dalam
pasal 19 pasal 1 UUPA bahwa,” kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal 2 meliputi :
- Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah
- Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya
- Pemberian surat tanda bukti hak-hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dalam pasal 26 ayat 1 dan 2 UUPA jual beli penukaran penghibaan,
pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adapt dan perbuatan-perbuatan
lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya
diatur dengan peraturan pemerintah. [28]
Untuk itu tujuan jual beli tanah untuk menguasai tanah secara
individual, berarti bahwa tanah bersangkutan boleh dikuasai secara
perorangan. Tidak ada keharusan menguasainya bersama-sama dengan orang
lain secara kolektif, biarpun menguasai dan menggunakan tanah secara
bersama-sama dimungkinkan diperbolehkan.
Hal itu ditegaskan dalam pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa,” atas
dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud di dalam ayat 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik
sendiri maupun dengan orang lain.[29] \
1. Peralihan Hak Milik Atas Tanah
a) Penjualan di Bawah Tangan dalam Rangka Eksekusi
Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan melalui pelelangan
umum, karena dengan cara demikian diharapkan dapat diperoleh harga yang
paling tinggi untuk obyek, hak tanggungan yang dijual.
Dalam keadaan tertentu apabila melalui pelelangan umum diperkirakan
tidak akan menghasilkan harga tertinggi, dalam keadaan tertentu apabila
melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga
tertinggi, atas kesepakatan pemberi dan pemegang HT (Hak Tagihan) dan
dengan dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang disebut dalam Pasal 20
ayat (2) dan (3), dimungkinkan eksekusi dilakukan dengan carna penjualan
obyek HT oleh kreditor pemegang HT di bawah tangan, jika dengan cara
demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
semua pihak. Biarpun tidak ada penjelasannya, kiranya penjualan di bawah
tangan itu dimungkinkan juga dalam hal sudah diadakan pelelangan umum,
tetapi tidak diperoleh penawaran yang mencapai harga minimum yang
ditetapkan.
Pelaksanaan penjualannya hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1
bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang
HTN kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Tanggal pemberitahuan
tertulis adalah tanggal pengiriman pos tercatat, tanggal penerimaan
melalui kurir, atau tanggal pengiriman fascsimile. Juga setelah lewat
waktu 1 bulan sejak diadakan pengumuman dalam sedikit-dikitnya dalam 2
surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media
massa setempat lainnya, seperti radio dan televise. Apabila ada
perbedaan antara tanggal pemberitahuan dan tanggal pengumuman, jangka
waktu 1 bulan itu terhitung sejak tanggal paling akhir antara kedua
tanggal tersebut. Jangkauan surat kabar dan atau media massa lainnya itu
harus meliputi tempat letak obyek HT yang bersangkutan.
Penjualan obyek HT “di bawah tangan” artinya penjualan yang tidak
melalui pelelangan umum. Namun penjualan tersebut ntetap wajib dilakukan
menurut ketentuan PP24/1997 tentang Pendaftaran Tanah. Yaitu dilakukan
di hadapan PPAT yang membuat aktanya dan diikuti dengan pendaftarannya
di Kantor Pertanahan.
Persyaratan yang ditetapkan dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak
yang berkepentingan, misalnya pemegang HT kedua, ketiga dan
kreditor-kreditor bukan pemegang HT dan pemberi HT.
b) Penjualan Di Bawah Tangan Secara Sukarela
Penjualan di bawah ntangan yang dimaksudkan itu adalah penjualan dalam
rangka eksekusi HT, yang ketentuannya terdapat dalam Pasal 20 yang
mengatur Eksekusi Hak Tanggungan. Maka biarpun untuk itu diperlukan
persetujuan pemberi HT, yang melakukan adalah kreditor pemegang HT.
Bukan pemberi HT ataupun pemberi HT bersama pemegang HT. Untuk itulah
diperlukan janji yang disebut dalam uraian 184/I (2).
Sehubungan dengan itu tidak termasuk dalam ketentuan mengenai penjualan
eksekusi di bawah tangan itu dengan syarat-syarat yang diuraikan di
atas, penjualan obyek HT oleh pemberi HT, yang hasilnya disepakati untuk
digunakan melunasi piutang kreditor pemegang HT, dan disepakati pula
pembersihan obyek HT yang dijual dan HT yang membebaninya. Ini termasuk
pengertian “penjualan sukarela”. Biarpun dibebani HT, obyek yang
bersangkutan masih merupakan hak pemberi HT. Karena itu ia mempunyai hak
untuk menjualnya kepada siapapun yang dikehendakinya, tidak terkecuali
kepada pemegang HT sendiri. Dalam rangka melindungi kepentingan kreditor
pemegang HT untuk itulah disediakan lembaga “droit de suite” (Uraian
176 B). Pada pihak lain kreditor pemegang HT pun menurut ketentuan Pasal
18 mempunyai hak melepaskan HT yang dipunyainya.
Sudah barang tentu penjualan itu tidak boleh dilakukan dengan maksud
merugikan pihak lain, khususnya kreditor lain. Misalnya penjualan
ataupun sebagai yang disebut dalam Akta Jual Beli yang bersangkutan.
Dalam hal demikian jual-beli yang dilakukan dapat dituntut pembatalannya
oleh pihak yang merasa dirugikan dengan menggunakan lembaga “Action
Pauliana”. (Pasal 1341 KUUHPdt).
Contoh Kasus
Seorang bernama Lisa, membeli sebidang tanah di wilayah Tanggerang Selatan (Pondok Cabe) dengan luas 1800 m2. Lisa memiliki suami bernama Anton. Anton tanpa sepengetahuan Lisa, menjual sebagian tanah tersebut kepada kawannya Heru seluas 500 m2, sedangkan di dalam jual beli Anton kepada Heru tidak dilakukan melalui akta autentik, sebab yang memiliki akta autentik tanah secara keseluruhan adalah Lisa, kemudian dalam waktu yang berbeda menjual tanah seluas 500 m2kepada Yanti. Bagaimana pendapat hukum anda apabila menjadi konsultan hukum Heru. Konsultan hukum Keluarga Lisa dan Konsultan hukum Yanti
Jawabannya:
Pengertian Jual Beli Tanah Menurut Pasal 1457 KUUHPdt.
Jual beli Tanah adalah suatu perjanjian dimana pihak yang mempunyai tanah yang disebut “Penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain, yang disebut “Pembeli”. Sedangkan pihak pembeli berjanji dan mengikatkan untuk membayar harya yang telah disetujui yang dijual belikan menurut k etentuan Hukum Barat ini adalah apa yang disebut “tanah-tanah hak barat”.
Dengan dilakukannya jual beli tersebut belum terjadi perubahan apa pun pada hak atas tanah yang bersangkutan, biarpun misalnya pembeli sudah membayar penuh harganya dan tanahnya pun secara fisik sudah diserahkan kepadanya. Hak atas tanah yang dijual baru berpindah kepada pembeli, jika penjual sudah menyerahkannya secara yuridis kepadanya, dalam rangka memenuhi kewajiban hukumnya(Pasal 1459). Untuk itu, wajib dilakukan perbuatan hukum lain, yang disebut “penyerahan
yuridis” (dalam bahasa Belanda : “juridische levering”), yang diatur dalam Pasal 616 dan 620.
Jual beli Tanah adalah suatu perjanjian dimana pihak yang mempunyai tanah yang disebut “Penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain, yang disebut “Pembeli”. Sedangkan pihak pembeli berjanji dan mengikatkan untuk membayar harya yang telah disetujui yang dijual belikan menurut k etentuan Hukum Barat ini adalah apa yang disebut “tanah-tanah hak barat”.
Dengan dilakukannya jual beli tersebut belum terjadi perubahan apa pun pada hak atas tanah yang bersangkutan, biarpun misalnya pembeli sudah membayar penuh harganya dan tanahnya pun secara fisik sudah diserahkan kepadanya. Hak atas tanah yang dijual baru berpindah kepada pembeli, jika penjual sudah menyerahkannya secara yuridis kepadanya, dalam rangka memenuhi kewajiban hukumnya(Pasal 1459). Untuk itu, wajib dilakukan perbuatan hukum lain, yang disebut “penyerahan
yuridis” (dalam bahasa Belanda : “juridische levering”), yang diatur dalam Pasal 616 dan 620.
Menurut pasal-pasal tersebut, penyerahan yuridis itu dilakukan juga di hadapan notaries, yang membuat aktanya, yang disebut dalam bahasa Belanda “transport acte” (akta transport). Akta
transport ini wajib didaftarkan pada Pejabat yang disebut “Penyimpan hypotheek”. Dengan selesainya dilakukan pendaftaran tersebut, tatacara penyerahan yuridis selesai dan dengan pendaftaran itu hak atas tanah yang bersangkutan berpindah kepada pembeli. Pemindahan Hak atas Tanah karena Jual Beli
Menurut aturan yang berlaku, pemindahan hak atas tanah wajib dibuktikan melalui akta yang
dibuat oleh PPAT, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 37 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”), sebagai berikut:
(1) Pendirian hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam peusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang yang bersangkutan.
Jadi, seharusnya jual beli tanah antara anton dan heru ditulis dalam AJB yang dibuat dan disahkan oleh PPAT , dan kemudian disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran tanah (perolehan surat tanda bukti kepemilikan tanah atau sertifikat. Diasumsikan bahwa sertifikat nasional yang dimaksud di sini adalah pendaftaran AJB yang disahkan oleh PPAT pada Kantor Pertanahan yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar perolehan sertifikat tanah, dengan tidak adanya pendaftaran AJB tersebut, maka kekuatan pembuktian yang menandakan terjadinya pemindahan hak atas tanah yang menjadi sengketa mau tidak mau tidak kuat, terutama di pengadilan.
Selain itu, AJB saja tidak cukup untuk membuktikan kepemilikan tanah. Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Akta PPAT dan Bukti Kepemilikan Tanah,AJB memang dapat membuktikan telah terjadi transaksi jual beli tanah. Akan tetapi, untuk pembuktian yang kuat mengenai kepemilikan atas tanah hanya dapat dibuktikan oleh adanya sertifikat tanah sebagai
surat tanda bukti hak atas tanah
Kuasa Hukum Heru
Karena penjual tidak bisa melalukan penyerahan akibat kelalaiannya sendiri yaitu tidak adanyasyarat-syarat yang lengkap maka kuasa hukum bisa merujuk pada Pasal 1480 KUHPER, sebagaiberikut : Jika penyerahan tidak dapat dilaksanakan karena kelalaian penjual, maka pembeli dapatmenuntut pembatalan pembelian menurut ketentuan-ketentuan Pasal 1266 dan 1267.Sebagai kuasa hukum Heru : Menggunakan pasal 1267Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi,dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapatdilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntutpembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.
Maka kuasa hukum,Heru dapat membatalkan pembelian serta meminta ganti rugi terhadap Anton yang melakukan kelalaian dalam jual-beli tanah.
Maka kuasa hukum,Heru dapat membatalkan pembelian serta meminta ganti rugi terhadap Anton yang melakukan kelalaian dalam jual-beli tanah.
Kuasa Hukum Lisa
Sebagai kuasa hukum, Lisa bisa saja melaporkan anton( suaminya), dimana telah menjual tanah miliknya tanpa sepengetahuannya, dimana seperti penjualan ilegal yang tidak menggunakan surat
surat atau akta otentik, dan penyerobotan. Tindak pidana penyerobotan tanah adalah Pasal 385 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana paling lama empat tahun, dimana barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah yang belum bersertifikat, padahal ia ia tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak atau turut mempunyai hak atau turut mempunyai hak atasnya. Akan tetapi itu kembali kepada Lisa, apakah akan melaporkan atau tidak. Jika tidak maka Lisa berhak mengambil kembali Tanah yang telah dijual Anton kepada Heru dengan bukti kuat yaitu akta tanah serta surat surat yang dimilikinya.
surat atau akta otentik, dan penyerobotan. Tindak pidana penyerobotan tanah adalah Pasal 385 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana paling lama empat tahun, dimana barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah yang belum bersertifikat, padahal ia ia tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak atau turut mempunyai hak atau turut mempunyai hak atasnya. Akan tetapi itu kembali kepada Lisa, apakah akan melaporkan atau tidak. Jika tidak maka Lisa berhak mengambil kembali Tanah yang telah dijual Anton kepada Heru dengan bukti kuat yaitu akta tanah serta surat surat yang dimilikinya.
Kuasa Hukum Yanti
Jika terjadi persengketaan, maka Yanti yang sudah mempunyai akta otentik,serta melalui prosedur pembelian tanah secara sah dapat melaporkan lisa sebagai wanprestsi karena persengketaan tersebut, akan tetapi yantipun dapat membatalkan pembelian menggunakan pasal 1480 KUHPER
0 Response to "Pengertian Jual Beli Tanah Menurut Pasal 1457 KUUHPdt dan Contoh Kasusnya"